HAKIKAT CINTA KEPADA ALLAH SWT

ari zaid
0

 

rsc: mui.or.id

Cinta merupakan fitrah suci yang Allah anugerahkan kepada manusia. Cinta menjadi salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Cinta mampu menjelma menjadi sebuah kekuatan yang tidak mampu dicapai oleh akal. Allah Swt menyebut kata cinta dalam al-Quran lebih dari lima puluh kali. Para penyair mengatakan bahwa cinta adalah sebuah kata yang tidak dapat didefinisikan, karena cinta tidak  memiliki batas waktu dan tempat. Cinta dapat muncul pada waktu kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun.

Cinta yang memiliki tujuan yang tepat, akan membawa sang pembawa cinta menuju kebahagiaan yang abadi. Sebaliknya, cinta yang tidak memiliki tujuan atau cinta yang salah alamat akan membawa sang pembawa cinta kepada jurang kehinaan dan kesengsaraan. Cinta yang baik tentu memiliki tujuan yang baik juga, dan sebaik-baik tujuan adalah kehadirat Allah Swt. Cinta kepada Allah Swt. (mahabbatullah) berarti menempatkan Allah Swt. Di dalam hati sanubari, dan merupakan tingkatan cinta tertinggi dan hakiki. Cinta seseorang kepada Allah tumbuh dari pengaruh akal dan jiwa yang kuat akibat berpikir mendalam terhadap kekuasaan-Nya di langit dan bumi.

Cinta menimbulkan rasa takut, takut akan kehilangan apa yang dicintainya, takut akan melukai apa yang dicintainya, takut merusak apa yang dicintainya, cinta yang baik dan benar menimbulkan sebuah perasaan takut yang tertinggi dan hakiki. Rasa takut tertinggi nan hakiki, disebut dengan (khauf) yang merupakan sifat orang bertaqwa, sekaligus merupakan bukti iman kepada Allah Swt. Takut kepada Allah Swt. dapat berupa rasa takut tidak diterimanya taubat, takut tidak mampu istikamah dalam beramal saleh, takut akan mengikuti hawa nafsu, takut tertipu oleh gemerlap duniawi, takut terperosok dalam jurang maksiat, takut atas siksa kubur, takut terjebak pada kesibukan yang melalalikan dari Allah Swt., takut menjadi sombong karena memperoleh nikmat dari Allah Swt., takut mendapatkan siksaan di dunia dan takut tidak mendapatkan nikmat surga.

Karena takutnya kepada Allah Swt, maka muncullah sikap raja’ yaitu berharap kepada Allah Swt. Raja’ berarti berharap untuk memperoleh rahmat dan karunia Allah Swt. Takutnya kita kepada Allah Swt tidaklah membuat kita lari pergi menjauh, melainkan sebaliknya, membuat kita mendekat kepada Allah Swt dengan penuh harapan atas segala kebaikan. Sifat khauf dapat mencegah seseorang berbuat dosa, sedangkan raja’ dapat mendorong untuk taat kepada Allah Swt. Kedua sifat itulah yang kemudian menjelma menjadi sikap tawakal. Tawakal adalah mewakilkan atau menyerahkan hasil usahanya kepada Allah Swt. setelah didahului dengan ikhtiar (usaha) yang sungguh-sungguh. Khauf bukanlah perasaan takut yang membuat kita lari pergi menjauh, melainkan sebaliknya, membuat kita senantiasa mendekat kepada Allah Swt agar Allah Swt memberikan segala Rahmat dan kasih sayang-Nya. Kemudian menimbulkan rasa penuh harap yang disebut dengan raja’ (berharap) kepada Allah Swt, dan harap disini bukanlah hanya berpangku tangan, melainkan melakukan segala perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh harap kepada Allah Swt. Itulah yang bermuara pada sikap tawakal, menyerahkan semua kepada Allah  Swt agar Allah Swt mewakilkan kita atas segala urusan dan memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya.

Seseorang yang menerapkan sikap tawakal akan tumbuh keyakinan bahwa tidak ada satu pun amal kebaikan yang sia-sia. Semua pasti terdapat berbagai hikmah, petunjuk, dan pelajaran bagi manusia yang berakal, bagi manusia yang mau berfikir. Itulah wujud hakikat cinta kepada Allah Swt. (mahabbatullah), sebuah perasaan yang diwujudkan dalam keyakinan, fikiran, dan tindakan yang sesuai dengan segala ketentuan Allah Swt. Wallaahu a’lam…


Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)