rsc: mui.or.id |
Cinta
merupakan fitrah suci yang Allah anugerahkan kepada manusia. Cinta menjadi
salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Cinta mampu menjelma menjadi
sebuah kekuatan yang tidak mampu dicapai oleh akal. Allah Swt menyebut kata
cinta dalam al-Quran lebih dari lima puluh kali. Para penyair mengatakan bahwa
cinta adalah sebuah kata yang tidak dapat didefinisikan, karena cinta
tidak memiliki batas waktu dan tempat.
Cinta dapat muncul pada waktu kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun.
Cinta
yang memiliki tujuan yang tepat, akan membawa sang pembawa cinta menuju
kebahagiaan yang abadi. Sebaliknya, cinta yang tidak memiliki tujuan atau cinta
yang salah alamat akan membawa sang pembawa cinta kepada jurang kehinaan dan
kesengsaraan. Cinta yang baik tentu memiliki tujuan yang baik juga, dan
sebaik-baik tujuan adalah kehadirat Allah Swt. Cinta kepada Allah Swt. (mahabbatullah)
berarti menempatkan Allah Swt. Di dalam hati sanubari, dan merupakan tingkatan
cinta tertinggi dan hakiki. Cinta seseorang kepada Allah tumbuh dari pengaruh
akal dan jiwa yang kuat akibat berpikir mendalam terhadap kekuasaan-Nya di
langit dan bumi.
Cinta
menimbulkan rasa takut, takut akan kehilangan apa yang dicintainya, takut akan
melukai apa yang dicintainya, takut merusak apa yang dicintainya, cinta yang
baik dan benar menimbulkan sebuah perasaan takut yang tertinggi dan hakiki. Rasa
takut tertinggi nan hakiki, disebut dengan (khauf) yang merupakan sifat
orang bertaqwa, sekaligus merupakan bukti iman kepada Allah Swt. Takut kepada
Allah Swt. dapat berupa rasa takut tidak diterimanya taubat, takut tidak mampu
istikamah dalam beramal saleh, takut akan mengikuti hawa nafsu, takut tertipu
oleh gemerlap duniawi, takut terperosok dalam jurang maksiat, takut atas siksa
kubur, takut terjebak pada kesibukan yang melalalikan dari Allah Swt., takut
menjadi sombong karena memperoleh nikmat dari Allah Swt., takut mendapatkan
siksaan di dunia dan takut tidak mendapatkan nikmat surga.
Karena
takutnya kepada Allah Swt, maka muncullah sikap raja’ yaitu berharap
kepada Allah Swt. Raja’ berarti berharap untuk memperoleh rahmat dan
karunia Allah Swt. Takutnya kita kepada Allah Swt tidaklah membuat kita lari
pergi menjauh, melainkan sebaliknya, membuat kita mendekat kepada Allah Swt
dengan penuh harapan atas segala kebaikan. Sifat khauf dapat mencegah
seseorang berbuat dosa, sedangkan raja’ dapat mendorong untuk taat
kepada Allah Swt. Kedua sifat itulah yang kemudian menjelma menjadi sikap tawakal.
Tawakal adalah mewakilkan atau menyerahkan hasil usahanya kepada Allah Swt.
setelah didahului dengan ikhtiar (usaha) yang sungguh-sungguh. Khauf bukanlah
perasaan takut yang membuat kita lari pergi menjauh, melainkan sebaliknya,
membuat kita senantiasa mendekat kepada Allah Swt agar Allah Swt memberikan
segala Rahmat dan kasih sayang-Nya. Kemudian menimbulkan rasa penuh harap yang
disebut dengan raja’ (berharap) kepada Allah Swt, dan harap disini
bukanlah hanya berpangku tangan, melainkan melakukan segala perintah Allah Swt
dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh harap kepada Allah Swt. Itulah yang bermuara
pada sikap tawakal, menyerahkan semua kepada Allah Swt agar Allah Swt mewakilkan kita atas
segala urusan dan memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya.
Seseorang
yang menerapkan sikap tawakal akan tumbuh keyakinan bahwa tidak ada satu pun
amal kebaikan yang sia-sia. Semua pasti terdapat berbagai hikmah, petunjuk, dan
pelajaran bagi manusia yang berakal, bagi manusia yang mau berfikir. Itulah wujud
hakikat cinta kepada Allah Swt. (mahabbatullah), sebuah perasaan yang
diwujudkan dalam keyakinan, fikiran, dan tindakan yang sesuai dengan segala ketentuan
Allah Swt. Wallaahu a’lam…